BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dalam kegiatan belajar-mengajar berlangsung suatu proses pembelajaran dan evaluasi. Untuk mendapat out-put belajar-mengajar yang berkualitas diharapkan kedua proses tersebut hendaknya dikelola dan dilaksanakan dengan baik. Suatu proses pengajaran dikatakan berhasil bila terjadi perubahan tingkah laku siswa.
Tujuan setiap proses pembelajaran adalah diperolehnya hasil yang optimal. Hal ini akan dicapai apabila semua terlibat secara aktif baik fisik, mental, maupun emosional. Tujuan pembelajaran menyatakan suatu hasil yang diharapkan dari pembelajaran itu dan bukan sekedar suatu proses dari pembelajaran itu sendiri. Tujuan pembelajaran diharapkan mampu membentuk manusia yang berkualitas hanya dapat dipenuhi oleh dunia pendidikan. Upaya pemenuhan tersebut merupakan suatu proses yang panjang yang dimulai sejak anak belajar di SD. Salah satu unsur yang turut menentukan kualitas Sumber Daya Manusia yaitu penguasaan IPA.
Salah satu mata pelajaran yang ada di SD yang perlu ditingkatkan kualitasnya adalah IPA. Sekolah Dasar merupakan tempat pertama siswa mengenal konsep-konsep dasar IPA, karena itu pengetahuan yang diterima siswa hendaknya menjadi dasar yang dapat dikembangkan di tingkat sekolah yang lebih tinggi di samping mempunyai kegiatan praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada pembelajaran IPA sangat berkaitan dengan dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari. Guru dapat menggali pengetahuan dari siswa yang bervariasi sehingga siswa dapat mempelajari konsep-konsep dalam penggunaannya pada aspek yang terkandung dalam mata pelajaran IPA untuk memecahkan suatu masalah atau persoalan serta mendorong siswa membuat hubungan antara materi IPA dan penerapannya yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari.
IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupana manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat siswa serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga fakta penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Abdullah (1998:18) dalam http://juhji-science-sd.blogspot.com/2008/07/pengertian-pendidikan-ipa-dan.html diakses 7 Februari 2010, IPA merupakan “pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain”.
Kenyataan yang terjadi, mata pelajaran IPA tidak begitu diminati dan kurang disukai siswa. Bahkan siswa beranggapan mata pelajaran IPA sulit untuk dipelajari. Akibatnya rata-rata hasil belajar siswa cenderung lebih rendah dibanding mata pelajaran lainnya.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti di kelas IV SD Negeri Sambiduwur pada tanggal 4 Januari 2010 dan data hasil ulangan materi energi bunyi dan rambatannya, prestasi belajar siswa masih rendah. Persentasi siswa tuntas hanya 45,96% persen dari 37 siswa dan untuk siswa seluruhnya diperlukan remedial.
Rendahnya hasil belajar IPA siswa dibanding mata pelajaran lain karena, Guru lebih banyak berfungsi sebagai instruktur yang sangat aktif dan siswa sebagai penerima pengetahuan yang pasif. Siswa yang belajar tinggal datang ke sekolah duduk mendengarkan, mencatat, dan mengulang kembali di rumah serta menghafal untuk menghadapi ulangan. Pembelajaran seperti ini membuat siswa pasif karena siswa berada pada rutinitas yang membosankan sehingga pembelajaran kurang menarik. Pada umumnya pembelajaran lebih banyak memaparkan fakta, pengetahuan, kemudian biasa dihafalkan bukan berlatih berpikir memecahkan masalah dan mengaitkannya dengan pengalaman empiris dalam kehidupan nyata sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Mata Pelajaran IPA kurang diminati siswa, karena mata pelajaran IPA sulit dipelajari
2. Rendahnya prestasi belajar siswa khususnya mata pelajaran IPA
3. Pembelajaran IPA selama ini kurang menarik
Untuk menggali potensi anak agar selalu kreatif dan berkembang perlu diterapkan pembelajaran bermakna yang akan membawa siswa pada pengalaman belajar yang mengesankan. Pengalaman yang diperoleh siswa makin berkesan apabila proses pembelajaran yang diperoleh merupakan hasil dari pemahaman dan penemuannya sendiri yaitu proses yang melibatkan siswa sepenuhnya untuk merumuskan suatu konsep. Untuk itu sudah menjadi tugas guru dalam mengelola proses belajar-mengajar adalah memilih model pembelajaran yang sesuai, agar pembelajaran lebih menarik dan bermakna. Hal ini disebabkan adanya tuntutan pada dunia pendidikan bahwa proses pembelajaran tidak lagi hanya sekedar menstransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Guru harus mengubah paradigma tersebut dengan kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Terkait belum optimalnya hasil belajar siswa kelas IV SDN Sambiduwur 2, maka penulis berupaya menerapkan model pembelajaran Kontekstual sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang bermakna yang bermuara pada pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Menurut Blanchard (2001) dalam Triyanto (2007) menyatakan bahwa pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotifasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga.
Bertitik tolak daripada latar belakang masalah di atas, penelitian ini mengambil judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA dengan Pendekatan Kontekstual pada Siswa Kelas IV SD N Sambiduwur 2 Sragen Tahun Ajaran 2009/2010”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :
- mata pelajaran IPA tidak begitu diminati dan kurang disukai siswa. Bahkan siswa beranggapan mata pelajaran IPA sulit untuk dipelajari
- Hasil ulangan siswa SDN Sambiduwur 2 pada mata pelajaran IPA khususnya materi energi bunyi dan rambatannya, prestasi belajar siswa masih rendah
- Guru lebih banyak berfungsi sebagai instruktur yang sangat aktif dan siswa sebagai penerima pengetahuan yang pasif
- Pembelajaran yang pasif menjadikan siswa berada pada rutinitas yang membosankan sehingga pembelajaran kurang menarik
C. Pembatasan Masalah
Dengan adanya permasalahan yang cukup banyak, maka penelitian ini perlu dibatasi pada :
- Peningkatkan hasil belajar IPA kelas IV SD.
- Penerapan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar IPA.
- Tempat penelitian di SD Negeri Sambiduwur 2 Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen pada siswa kelas IV.
- Waktu penelitian pada semester II tahun ajaran 2009/2010.
D. Rumusan Masalah
Sebagaimana telah dikemukakan di atas permasalahan pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Apakah penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas IV SD N Sambiduwur 2 Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen ?”
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam melalui pendekatan kontekstual pada siswa kelas IV SD N Sambiduwur 2 Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara teoretis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan pendidikan, terutama dapat mengembangkan khazanah ilmu tentang peningkatan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam melalui pendekatan kontekstual.
b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan bagi peneliti terdahulu yang terkait dengan penelitian ini.
2. Manfaat secara praktis
a). Bagi siswa
Untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA sehingga pemahaman siswa mengenai konsep IPA yang dipelajari menjadi lebih baik.
b). Bagi guru
Sebagai pedoman dalam menerapkan pendekatan pembelajaran IPA khususnya dengan pendekatan kontekstual.
c). Bagi sekolah
Penelitian ini merupakan sumbangan yang bermanfaat dalam rangka perbaikan dalam pembelajaran IPA.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Hakikat Tentang Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Menurut Fudyartanto (2002) dalam Baharudin dan Nur W (2007:13) menyatakan bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Di sini usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau atau kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya. Sehingga dengan belajar itu manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu.
Morgan dkk (1986) dalam Baharudin dan Nur W (2007:14), belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman
H.C. Witherington dalam Aunurrahman (2009:35), mengemukakan bahwa belajar suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengartian.
Belajar menurut Morris L. Bigge seperti yang dikutip Max Darsono dkk adalah perubahan yang menetap dalam diri seseorang yang tidak dapat diwariskan secara genetis.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan Belajar adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
b. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.
Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.
Howard Kingsley membagi 3 macam hasil belajar:
a. Keterampilan dan kebiasaan
b. Pengetahuan dan pengertian
c. Sikap dan cita-cita
Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut (http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan-definisi.html), 7 Februari 2010.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang yang akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.
2. Pembelajaran IPA di SD
a. Hakikat IPA
Kata “IPA” merupakan singkatan dari “Ilmu Pengetahuan Alam”. Kata-kata “Ilmu Pengetahuan Alam” merupakan terjemahan dari kata-kata bahasa Inggris “Natural Science” secara singkat disebut “Science”. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan ( Maridi, dkk, 2005:2).
The Liang Gie (2000) dalam Leo Sutrisno, dkk (2007:16), menyatakan bahwa ilmu pengetahuan (science) adalah kumpulan sistematis dari pengetahuan.
Menurut Abdullah (1998:18) dalam http://juhji-science-sd.blogspot.com/2008/07/pengertian-pendidikan-ipa-dan.html diakses 7 Februari 2010, IPA merupakan “pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain”.
JS. Sukardjo, dkk (2005:1), menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya, atau secara sederhana merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala alam.
New Lollegiate Dictionary (1981) dalam Maridi, dkk (2005:2) menyatakan natural science Knoledge with the physical and its phenomena, yang artinya Ilmu pengetahuan Alam adalah pengetahuan tentang alam dan gejala-gejalanya.
IPA dikatakan terjadi dari dua unsur, hasil IPA dan cara kerja memperoleh hasil itu. Hasil produk IPA berupa fakta-fakta seperti hukum-hukum, prinsip-prinsip, klasifikasi, struktur dan lain sebagainya. Cara kerja memperoleh hasil itu disebut proses IPA. Dalam proses IPA terkandung cara kerja, sikap dan cara berpikir, kemajuan IPA yang pesat disebabkan oleh proses ini. Dalam memecahkan suatu masalah seorang ilmuwan sering berusaha mengambil sikap tertentu yang memungkinkan usaha mencapai hasil yang diharapkan. Sikap itu dikenal dengan nama sikap ilmiah.
Beberapa sikap ilmiah itu adalah : (1) objektif terhadap fakta, artinya tidak dicampuri oleh perasaan senang atau tidak senang, (2) tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan bila belum cukup data yang menyokong kesimpulan itu, (3) berhati terbuka, artinya mempertimbangkan pendapat atau penemuan orang lain sekalipun pendapat atau penemuan itu bertentangan dengan penemuan sendiri, (4) tidak mencampuradukkan fakta dengan pendapat, (5) bersifat hati-hati, dan (6) ingin menyelidiki ( Maridi, dkk, 2005:2).
Jadi, Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya dengan bersikap almiah.
b. Tujuan IPA
Pembelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar siswa :
1) Mengembangkan rasa ingin tahu dan suatu sikap positif terhadap sains, teknologi dan masyarakat.
2) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
3) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
4) Mengembangkan kesadaran tentang peran dan pentingnya sains dalam kehidupan sehari-hari.
5) Mengalihkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman ke bidang pengajaran lain.
6) Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
7) Menghargai berbagai macam bentuk ciptaan Tuhan di alam semesta ini untuk dipelajari (Sri Sulistiyorini, 2007: 40).
Maksud dan tujuan pembelajaran IPA tersebut adalah agar siswa memiliki pengetahuan tentang gejala alam, berbagai jenis dan perangai lingkungan melalui pengamatan agar siswa tidak buta akan pengetahuan dasar mengenai IPA.
c. Ruang Lingkup IPA
Ruang lingkup bahan kajian Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Dasar menurut Sri Sulistyorini (2007:40) meliputi aspek-aspek :
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda atau materi,sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat dan gas
3. Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
Menurut kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar diberikan sebagai mata pelajaran sejak kelas IV, sedang kelas I sampai kelas III diberikan secara tematik dengan pelajaran yang lain. Karena dalam penelitian ini yang penulis kaji bahan kelas IV.
3. Tinjauan Tentang Pembelajaran
a. Hakikat Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yaitu :
1. Landasan teori yang logis yang disusun oleh guru.
2. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut
dapat dilaksanakan secara berhasil.
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Pembelajaran merupakan proses, cara, menjadikan orang belajar. Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar. Belajar, mengajar, dan pembelajaran terjadi secara bersama-sama. Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction” atau “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti: cara (perbuatan) mengajar atau mengajarkan (Purwadarminta, 1976: 22). Bila pengajaran diartikan sebagai perbuatan mengajar, tentunya ada yang mengajar yaitu guru, dan ada yang diajar atau yang belajar yaitu siswa. Dengan demikian, pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa), mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar merupakan suatu kesatuan dari dua kegiatan yang searah.
Pembelajaran adalah suatu proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses memperoleh ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik ( http://id.wikipedia.org//wiki//pembelajaran, diakses 7 Februari 2010 ). Dalam pembelajaran diperlukan proses mengatur lingkungan agar terjadi interaksi siswa dan lingkungannya. Pada suatu saat siswa menerima rangsangan dari lingkungan luas sementara pada saat lain rangsangan itu terlalu kecil, untuk itu diperlukan lingkungan yang seimbang sesuai dengan kondisi siswa agar tidak terlalu besar memberi rangsangan, akan tetapi tidak terlalu kurang dari rangsangan. Lingkungan yang terlalu besar memberi rangsangan dapat mengakibatkan siswa menjadi tergantung, sehingga kurang membangkitkan kreativitas siswa dan siswa akan menjadi kurang percaya pada diri sendiri. Sedangkan lingkungan yang terlalu kecil dan kurang dari rangsangan menyebabkan anak kurang memiliki motivasi belajar sehingga menggunakan waktu luangnya untuk kegiatan-kegiatan diluar kegiatan pembelajaran.
Duffy dan Roehler (1989) dalam http://whandi.net diakses 7 Februari 2010, mengatakan pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan (Oemar Hamalik, 1995 : 57) dalam Slamet dan Suwarto, 2007. Untuk itu jika dilihat dari kondisi pembelajaran maka pendidikan formal harus mampu memaksimalkan peluang bagi murid, untuk menyampaikan pengetahuan dan membentuk keterampilan saja yang dipergunakan maka akan menurunkan kualitas pembelajaran.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu aktivitas sederhana untuk memodifikasikan berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya tujuan kurikulum. Kondisi pembelajaran dalam pendidikan formal harus mampu memaksimalkan peluang bagi siswa untuk berlangsungnya interaksi yang hakiki bukan sekedar menyampaikan pengetahuan dan membentuk keterampilan saja yang dipergunakan, maka akan menurunkan kualitas pembelajaran.
4. Tinjauan Tentang pendekatan kontekstual
a) Pengertian Pendekatan
Wardani (2001:6.4) dalam Ambar Setyowati Sri H (2007) mengemukakan bahwa pandekatan (approach) adalah seperangkat asumsi yang saling berkaitan dengan hakikat bahasa, hakikat pengajaran bahasa serta hakikat apa yang diajarkan. Pendekatan bersifat aksiomatis artinya bahwa kebenaran itu tidak dipersioalkan atau tidak perlu dibuktikan lagi.
Lebih lanjut Brown (2009:9) dalam Ambar Setyowati Sri H (2007) memperjelas konsep pembelajaran dengan menambahkan kata kunci yang harus diperhatikan, yaitu: (1) pembelajaran menyangkut hal praktis, (2) pembelajaran adalah penyimpanan informasi, (3) pembelajaran adalah penyusunan organisasi, (4) pembelajatran memerlukan keaktifan dan kesadaran , (5) pembelajaran relatif permanen, (6) pembelajaran adalah perubahan tingkah laku.
Mulyasa (2003: 100) dalam Ambar Setyowati Sri H (2007)menjelaskan bahwa pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali factor yang mempegaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan.
Dari semua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah seperangkat asumsi atau pandangan guru tentang hakikat bahasa yang diajarkan kepada siswa dalam suatu proses interaksi belajar-mengajar di kelas yang fasilitasi guru dengan dengan baik (materi, metode, media, evauasi) ssehingga pencapaian tujuan pembelajaran (bahasa) bisa dicapai.
b) Pengertian kontekstual
Menurut Blanchard (2001) dalam Triyanto (2007) menyatakan bahwa pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotifasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga.
(University of washington (2001) dalam Triyanto (2007), Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa-siswa TK sampai dengan SMU untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah masalah yang disimulasikan
Menurut Blanchard (2001) dalam Triyanto (2007) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman yang sesungguhnya.
Menurut Triyanto (2007:105), Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bawa pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari
c) Strategi pendekatan kontekstual
Menurut Triyanto (2007:105-115), Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)
Adapun penjelasan tiap-tiap komponen tersebut di atas diantaranya sebagai berikut :
1). Konstruktivisme (contruktivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir atau filosofi pendekatan kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta. Konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksikan pengetahuan itu dan member makna melalui pengetahuan nyata.
Dengan demikian siswa dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkontruksikan pengetahuan dibenak siswa sendiri. Esensi dan teori ini bahwa siswa harus menemukan dan mentranformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan bila perlu informasi itu menjadi milik sendiri. Oleh karena itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan.
Dalam pandangan konstruktivisme “strategi memperoleh” lebih diutamakan dari pada seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Pendekatan untuk memperoleh pengetahuan itu dapat dilakukan melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi artinya struktur pengetahuan baru dibuat atau dibangun atas dasar struktur pengetahuan yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan dengan hasil pengalaman baru.
2). Menemukan (Inquiri)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran barbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Untuk itu guru harus merancang kegiatan menemukan apapun materi pembelajaran.
Untuk merancang pembelajaran yang merujuk pada kegiatan menemukan ini, ada empat langkah yang dapat diikuti antara lain: 1) merumuskan masalah, 2) mengamati dan mengobservasi, 3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya, dan 4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya para pembaca, teman sekelas, guru kelas audien lainnya.
3). Bertanya (Questioning)
Questioning atau bertanya merupakan strategi utama utama dalam pendekatan kontekstual. Bertanya dalam kegiatan pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bertanya dalam kegiatan pembelajaran bermanfaat untuk : 1) menggali informasi, 2) mengecek pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon pada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, 8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4). Masyarakat belajar ( learning community )
Konsep learning community atau masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Dengan demikian, hasil belajar diperoleh dari “sharing” antar teman, antar kelompok, antara yang tahu dan yang belum tahu baik diruang kelas, juga dengan orang yang ada diluar kelas, maupun yang menjadi anggota masyarakat belajar. Untuk itu, pembelajaran selalu disarankan dalam kelompok- kelompok belajar yang anggotanya bersifat heterogen sehingga yang pandai dapat membimbing yang lemah, yang tahu dapat membimbing yang belum tahu, yang cepat menangkap dan mendorong yang lambat, yang mempunyai gagasan dapat memberi usulan pendapat, dan seterusnya. Jadi learning community ini dapat terwujud apabila dalam pembelajaran itu terjadi proses komunikasi dua arah. Sehingga dalam pembelajaran itu tidak ada pihak yang di mana dalam komunikasi, dan tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak saling mendengarkan.
5). Permodelan
Yang dimaksud permodelan dalam pembelajaran kontekstual ini adalah bahwa dalam pembelajaran baik itu berkaitan dengan pengetahuan ataupun keterampilan diperlukan model yang biasa ditiru oleh siswa. Permodelan ini dapat berkenaan dengan cara mengerjakan atau melakukan sesuatu. Dalam pendekatan ini guru bukannya satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa, dapat pula model didatangkan dari luar kelas tergantung materi yang diperlukan permodelannya.
6). Refleksi (reflection)
Refleksi atau (reflection) merupakan cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang dilakukan di masa lalu. Siswa mengandalkan apa yang baru dipelajari sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Dengan demikian, refleksi ini merupakan respon terhadap apa yang baru saja diterima.
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Artinya pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas sedikit demi sedikit dalam hal ini, guru berkewajiban membantu siswa dengan menciptakan hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan baru, sehingga siswa merasakan manfaat pengetahuan yang baru saja diperoleh. Jadi, yang menjadi kunci dalam refleksi ini adalah bagaimana menciptakan agar pengetahuan yang baru itu dapat mengendap pada benak siswa.
7). Penilaian yang sebenarnya (Authentic assessment)
Penilaian atau assessment yaitu proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar ini perlu diketahui oleh guru agar dapat memastikan bahwa siswa telah mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru dapat segera mengambil langkah yang tepat untuk perkembangan belajar ini perlu diketahui oleh guru agar dapat memastikan bahwa siswa teleh mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru dapat segera mengambil langkah yang tepat untuk mengatasi kemacetan yang terjadi pada siswa. Untuk itu, assessment ini dilakukan sepanjang proses, bukan hanya pada akhir periode baik semester akhir, melainkan assessment ini dilakukan dan secara terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, penilaian tentang kemajuan belajar siswa dilakukan secara proses, bukan hanya dari hasil. Untuk itu penilaian tidak hanya oleh guru, tetapi dapat pula dilakukan teman siswa.
B. Kerangka Berpikir
Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh siswa dan guru dengan berbagai fasilitas dan meteri untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
Kondisi awal siswa SD Negeri Sambiduwur 2 pasif dan kurang berminat dalam mengikuti pembelajaran IPA. Hal ini karena guru lebih banyak berfungsi sebagai instruktur yang sangat aktif dan siswa sebagai penerima pengetahuan yang pasif. Pembelajaran lebih banyak ceramah, menghafal tanpa memberi kesempatan siswa berlatih berfikir memecahkan masalah dan mengaitkannya dengan pengalaman empiris dalam kehidupan nyata sehingga pembelajaran kurang bermakna yang mengaibatkan keaktifan siswa rendah.
Salah satu upaya meningkatkan keaktifan siswa pada mata pelajaran IPA di sekolah, perlu adanya penelitian yang sifatnya lebih inovatif agar pembelajaran IPA lebih bisa dinikmati siswa dengan penuh semangat agar siswa lebih termotivasi untuk lebih giat belajar. Pendekatan yang sesuai adalah pendekatan kontekstual.
Pendekatan kontekstual adalah suatu pendekatan yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dalam pendekatan kontekstual, maka siswa akan merasa mudah mempelajari IPA, karena belajar IPA itu menyenangkan dan pada akhirnya hasil belajar IPA akan mencapai ketuntasan.
Berdasarkan kajian teoritik yang telah diuraikan sebelumnya, diperoleh alur berpikir dalam penelitian ini sebagai berikut :
Gambar 1.
Kerangka Berpikir
C. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir pemikiran maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas IV SD N Sambiduwur 2 Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen”
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di SD Negeri Sambiduwur 2 Sragen. Dengan alasan SD tersebut merupakan tempat peneliti mengajar sehingga memudahkan melaksanakan penelitian.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2009/2010 mulai bulan Februari sampai bulan Juli.
Jadwal kegiatan penelitian dilakukan mulai bulan Februari – Juli 2010
No | Kegiatan | Feb | Mar | Apr | Mei | Jun | Juli |
1 | Penyusunan proposal | xxx | xxx | | | | |
2 | Ijin Penelitian | | xxx | | | | |
3 | Kegiatan Penelitian | | | xxx | xxx | | |
4 | Mengumpulkan data | | | | xxx | xxx | |
5 | Analisis data | | | | | xxx | |
6 | Membuat laporan | | | | | | xxx |
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ditetapkan pada siswa kelas IV SD N Sambiduwur 2 Sragen tahun ajaran 2009/2010 dengan jumlah siswa 37 anak terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Kelas IV merupakan kelas dengan nilai IPA paling rendah dibanding kelas-kelas lain. Hal ini mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPA untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV.
C. Sumber Data
Sumber data atau informasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Sumber data primer (pokok), yaitu siswa kelas IV, Kepala Sekolah dan pihak lain yang berhubungan.
2. Sumber data sekunder yaitu arsip atau dokumen, nilai hasil belajar siswa, dan lembar observasi.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Dokumen
Kualitas data ditentukan oleh kualitas alat pengambil data atau alat pengukurnya. Kalau alat pengambil datanya cukup reliabel dan valid. Maka datanya juga akan cukup reliabel (dipercaya) dan valid (sah). Namun, masih satu hal lagi yang perlu dipertimbangkan, yaitu kulifikasi si pengambil data.
Jenis data yang diambil dibagi menjadi 2, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti(atau petugas-petugasnya) dari sumber pertamanya. Data sekunder itu biasanya dalam bentuk dokumen-dokumen. Untuk itu peneliti mengumpulkan data-data tertulis berupa daftar nilai IPA siswa.
2. Observasi
Observasi adalah segala upaya merekam segala peristiwa dan kegiatan yang terjadi selama tindakan perbaikan itu berlangsung dengan atau tanpa alat bantu (Sarwiji Suwandi, 2008:46)
Observasi ini dilakukan untuk memantau proses dan dampak pembelajaran yang diperlukan untuk menata langkah-langkah perbaikan agar lebih efektif dan efisien. Observasi dipusatkan pada proses dan hasil tindakan pembelajaran beserta peristiwa-peristiwayang melingkupinya. Langkah-langkah onservasi meliputi perencanaan, pelaksanaan observasi kelas dan pembahasan balikan.
3. Wawancara
Sumber data yang sangat penting dalam penelitian adalah berupa manusia yang dalam posisi sebagai nara sumber (informan). Untuk mengumpulkan informasi dari sumber data itu diperlukan teknik wawancara. Wawancara dalam penelitian ini dilaksanakan secara langsung yaitu percakapan dan tanya jawab kepada siswa secara langsung tanpa perantara. Wawancara ini juga dilakukan secara tertutup dan bebas, agar siswa dapat mengungkapkan permasalahan, keinginan dan kebutuhannya dalam kegiatan pembelajaran. Wawancara ini digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut dan dipergunakan untuk mengetahui secara mendalam tentang kondisi siswa sebelum pembelajaran dengan model pembelajaran kontekstual.
4. Tes Hasil Belajar
Tes digunakan untuk mengukur kemampuan sesuatu, keterampilan, pengetahuan, penguasaan dan sebagainya. Teknik pengumpulan data penelitian ini berupa soal-soal yang disajikan ini guna mengetahui hasil atau nilai yang dicapai siswa dalam IPA. Peneliti menggunakan tes awal, tes proses, tes akhir untuk membandingkan hasil tes siswa.
E. Validitas Data
Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan, dan dicatat dalam kegiatan penelitian, harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Oleh karena itu setiap peneliti harus diusahakan kemanatapan dan kebenarannya. Oleh karena itu setiap peneliti harus bisa memiliki dan menentukan cara-cara yang tepat untuk mengembangkanvaliditas data yang diperolehnya. Cara pengumpulan data dengan beragam tehniknya harus benar-benar sesuai dan tepat untuk menggali data yang benar-benar diperlukan bagi penelitinya. Ketepatan data tersebut tidak hanya bergantung dari ketepatan memilih sumber data dan tehnik pengumpulan datanya, tetapi juga diperlukan tehnik pengembangan validitas datanya. Validitas data ini sebagai hasil penelitian. Cara-cara tersebut antara lain berupa trianggulasi dan reviw informan ( meninjau ulang kepada pemberi informasi)
Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Trianggulasi ini antara lain melalui :
a) Trianggulasi sumber
Trianggulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal tersebut dapat dicapai dengan jalan membandingkan informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda, antara lain dari kepala sekolah, guru, ataupun siswa.
b) Trianggulasi metode
Trianggulasi metode yaitu pencocokan informasi yang diperoleh dengan menggunakan metode yang berbeda, misalnya antara wawancara, observasi, maupun dokumentasi.
c) Trianggulasi peneliti
Trianggulasi peneliti adalah hasil penelitian baik berupa data ataupun simpulan bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti terhadap semua informasi yang berhasil digali dan dikumpulkan berupa catatan, diharapkan bisa terjadi pertemuan pendapat yang pada akhirnya bisa lebih mantap hasil penelitiannya.
Review informan merupakan cara atau usaha pengembangan validitas penelitian yang sering digunakan peneliti kualitatif. Pada waktu peneliti sudah mendapatkan data yang cukup lengkap dan berusaha menyusun sajian datanya walaupun sajian belum utuh menyeluruh, maka unit-unit laporan yang telah disusunnya perlu dikomunikasikandengan informannya, khususnya dipandang sebagai informan pokok (key informant ). Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah laporan yang ditulis tersebut merupakan pernyataan atau deskripsi sajian dan informannya bisa dicapai.
F. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data model interaktif ( Miles dan Huberman, 1984 ) dalam ( Slamet dan Suwarto, 2007 : 112), yang terdiri dari tiga komponen analisis, yaitu (1) reduksi data, (2) sajian data, (3) penarikan simpulan atau verifikasi. Aktifitas ketiga komponen tersebut dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai siklus.
Gambar 2. Model Analisis Interaktif
Gambar diatas menujukkan langkah-langkah yang harus dilakukan peneliti adalah:
a. Reduksi data yaitu proses menyeleksi data awal, memfokuskan, menyederhanakan dan mengabtraksi data kasar yang ada dalam catatan lapangan. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian. Data reduksi adalah suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dilakukan.
b. Sajian data adalah sutu rangkaian organisasi informasi yang memungkinkan penelitian dapat dilakukan. Dengan melihat penyajian data, maka akan dimengerti apa yang akan terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pengertian tersebut.
c. Penarikan kesimpulan,dalam tahapan ini apabila ditemukan data yang akurat, maka peneliti tidak segan-segan untuk melakukan penyimpulan ulang. Peneliti dalam hal ini bersifat terbuka.
G. Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan metodologi classroom action research, metodologi penelitian ini mengacu pada teori Kemmis dan Taggart. Kemmis dan Taggart dalam (Zainal Aqib, 2006: 31) mengadakan mengadakan penelitian tindakan kelas menggunakan model spiral (the action research spiral). Penelitian tindakan kelas ini dibagi menjadi empat tahapan yang paling terkait dan berkesinambungan. Tahapan-tahapan ini adalah perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, refleksi.
Gambar 3. Tindakan Penelitian Model
Kemmis dan M.C Taggart
(Zainal Aqib, 2006: 31)
1. Rancangan Siklus I
1). Tahap perencanaan
Peneliti dalam tahap perencanaan ini menyusun langkah-langkah sebagai berikut :
a) Merancang skenario pembelajaran IPA menggunakan pendekatan kontekstual dengan materi sumber daya alam.
b) Menyusun rencana pembelajaran.
c) Guru menyiapkan alat peraga yang diperlukan.
d) Merancang tes siklus I dan kunci jawabannya.
e) Membuat lembar observasi.
2). Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan dengan mengimplementasikan dan perencanaan yang dipersiapkan yaitu pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran IPA.
Pada tahap ini guru melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dengan skenario yang telah dibuat.
3). Tahap Observasi
Tahap ini dilakukan proses pembelajaran atau pelaksanaan tindakan. Observasi diarahkan pada poin-poin yang telah ditetapkan:
a) Perhatian siswa terhadap penjelasan guru
b) Kerjasama dalam kelompok
c) Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok inti
d) Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok asal
e) Memberi kesempatan berpendapat kepada teman atau kelompok
f) Mendengarkan dengan baik pendapat teman
g) Membuat perencanaan dan pembagian kerja yang matang
h) Keputusan berdasarkan pertimbangan anggota yang lain
i) Memanfaatkan potensi anggota kelompok
j) Saling membantu dalam menyelesaikan masalah dalam indikator.
4). Tahap Refleksi
Tahap ini peneliti bersama kepala sekolah menganalisis hasil pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian. Jika hasil dari siklus pertama tidak berhasil maka peneliti melaksanakan siklus 2.
2. Rancangan siklus 2
Pada rancangan siklus 2 ini tindakan diambil dari hasil yang telah dicapai pada siklus 1 sebagai usaha perbaikan. Langkah-langkah yang dilaksanakan peneliti dalam siklus kedua hampir sama dengan siklus pertama.
a. Perencanaan ulang
1) Mengidenifikasi masalah dan rumusan masalah berdasarkan pada permasalahan yang muncul dari siklus I.
2) Guru menyusun dan menyiapkan rencana pembelajaran tentang sumber daya alam.
3) Merancang skenario pembelajaran model kontekstual.
4) Merancang tes siklus 2 dan kunci jawaban.
5) Membuat lembar observasi.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan dengan mengimplementasikan dan perencanaan yang dipersiapkan yaitu pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran IPA.
Pada tahap ini guru melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dengan skenario yang telah dibuat.
c. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengetahui keaktifan siswa dalam proses pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual.
d. Refleksi
Mengadakan refleksi dan evaluasi dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan dan tahap observasi serta pencapaian indikator keberhasilan. Hasil pengamatan pada pengamatan siklus 2 dikumpulkan untuk dianalisis dan dievaluasi oleh peneliti dan observer. Hal tersebut ditandai dengan perubahan sebagai berikut :
1) Pada saat pembelajaran siswa lebih aktif
2) Siswa tertarik mengikuti pembelajaran
3) Pembelajaran lebih bermakna
4) Siswa yang kurang jelas pada siklus kedua, pada siklus ketiga lebih jelas dan paham.
5) Siswa antusias dalam proses pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar