1. Hakikat Keterampilan Membaca Nyaring
a.
Pengertian Keterampilan
Keterampilan berasal dari kata “terampil” yang berarti
cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. “Keterampilan berarti
kecakapan untuk menyelesaikan tugas” (Depdiknas, 2007: 935). Oemar Hamalik
(2009: 139) menyatakan bahwa “Keterampilan adalah serangkaian gerakan, tiap
ikatan (link) unit stimulus-respons berperan sebagai stimulus terhadap ikatan
berikutnya”.
Muhibbin Syah (2005: 119) mengemukakan bahwa ”Keterampilan
adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot
yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah. Sedangkan Reber dalam Muhibbin
Syah (2005:119) berpendapat bahwa ‘Keterampilan adalah kemampuan melakukan
pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan
keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi
gerakan motorik melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat
kognitif’.
|
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
keterampilan adalah kecakapan, kemampuan, dan keahlian seseorang dalam
melakukan suatu tindakan untuk dapat menyelesaikan tugas yang diberikan baik
dalam pemikiran dan tingkah laku.
b.
Pengertian Membaca
Dalam Depdiknas, kamus besar bahasa Indonesia
(2007:83) mengartikan “Membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang
tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati), mengeja/melafalkan apa yang
tertulis, mengucapkan, mengetahui, meramalkan dan memperhitungkan serta memahami”.
Sedangkan Nurhadi (1995: 340) menyatakan bahwa “Membaca adalah suatu
interpretasi simbol-simbol tertulis atau membaca adalah menangkap makna dari
rangkaian huruf tertentu”.
Tutik Setiowati (2007: 12) mengemukakan bahwa “Membaca
adalah suatu aktivitas yang melibatkan penglihatan, ingatan, kecerdasan, dan
pemahaman untuk memperoleh informasi yang disampaikan penulis melalui
lambang-lambang” (www.digilib.unnes.ac.id).
Menurut Hodgon dalam Henry Guntur Tarigan (1994: 7) Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta
digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan , yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa
tulis. Suatu proses yang menuntun agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan
akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara
individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang
tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses
membaca itu tidak terlaksana dengan
baik.
Dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses
penyandian kembali dan pembacaan sandi (a
recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis
yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata
tulis (written word) dengan makna
bahasa lisan (oral language meaning)
yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna (Anderson dalam Henry Guntur Tarigan 1994: 7).
Sri Utari Subyakto-Nababan (1993:164) menyatakan bahwa
“membaca adalah suatu aktivitas yang rumit dan kompleks karena bergantung kepada
keterampilan berbahasa pelajar dan pada tingkat penalarannya”.
Membaca merupakan suatu keterampilan yang kompleks,
yang rumit, yang mencakup atau melibatkan seragkaian keterampilan-keterampilan
yang lebih kecil. Dengan kata lain membaca mencakup tiga komponen, yaitu: (1) Pengenalan
terhadap aksara atau tanda-tanda baca, (2) Korelasi aksara beserta tanda-tanda
baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal, (3) Hubungan lebih lanjut dari
A dan B dengan makna atau meaning (Broughton dalam Henry Guntur Tarigan 1994: 10).
“Membaca
merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis, yang reseptif. Disebut
reseptif karena dengan membaca, seseorang akan memperoleh informasi, memperoleh
ilmu pengetahuan dan pengalaman baru” (St. Y. Slamet, 2007:58). Semua yang
diperoleh melalui bacaan akan memungkinkan seseorang mampu mempertinggi daya
pikirnya, mempertajam pandangannya dan memperluas wawasan.
Berpijak pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca
adalah suatu proses memperoleh informasi yang disampaikan penulis dengan
melafalkan dan memahami isi dari apa yang tertulis.
c.
Jenis-jenis membaca
Membaca memiliki beberapa jenis dengan dikelompokkan
dari berbagai segi, diantaranya yaitu dari segi tataran atau jenjangnya, dari
segi pelaksanaannya dan dari segi pengajarannya serta dari segi terdengar atau
tidaknya suara.
Dari segi tataran atau jenjangnya, membaca
dikelompokkan menjadi dua, yakni membaca permulaan dan membaca lanjut. Membaca
permulaan yaitu mampu melafalkan huruf dengan benar dan memperoleh informasi.
Sedangkan membaca lanjut adalah keterampilan membaca yang baru dapat dilakukan
apabila pembaca telah dapat membaca teknik/membaca permulaan (Depdiknas, 2003:47).
Pembelajaran membaca permulaan dilaksanakan pada kelas awal sekolah dasar yaitu
kelas I dan II, sedangkan membaca lanjut dilaksanakan tingkat berikutnya yaitu
kelas III-VI.
Dari segi pelaksanaannya, membaca dibagi atas: 1) Membaca
Nyaring (Membaca Pelafalan atau Loud
Reading): Membaca nyaring atau membaca pelafalan diucapkan dengan suara
lantang dengan intonasi dan jeda yang tepat, sangat memperhatikan tanda baca,
dilaksanakan dengan lancar, mudah ditangkap oleh audiens atau penyimak. Membaca
pelafalan mempunyai fungsi sosial yang tinggi, karena ketika kita melaksanakan
kegiatan ini para pendengar juga bisa mendapatkan butiran-butiran informasi,
ide dan ilmu pengetahuan disamping diri kita. Pada saat Nurcholis Majid dan
Darmanto Jatman, S. U. membacakan makalah seminar, Rendra dan Cak Nun
membacakan puisi, Atika Suri dan Ade Novita membaca berita, maka sekian ratus
ribu orang bisa mengambil manfaat dari pembacaan berita tersebut.
Membaca nyaring atau membaca bersuara terdiri atas: membaca teknik dan membaca estetik. Keduanya
mementingkan: a) Kelancaran dan kebenaran pengucapan kata, b) Suara yang jelas
dan fasih sehingga pesan-pesan naskah mudah ditangkap audiens, c) Intonasi (kuat lemahnya tekanan, tinggi
rendahnya nada, cepat lambatnya tempo) dan penjedaan secara tepat, d) Pemahaman
makna dan penghayatan nuansa naskah, serta e) Penyampaian yang hidup dan
komunikatif. 2) Membaca dalam Hati (Membaca Sunyi atau Silent Reading): Membaca dalam hati (membaca tanpa suara) cukup
dalam batin saja, mata atau pandangan kita menyusuri untaian kata dari kiri ke
kanan (untuk huruf latin, huruf arab sebaliknya), dari atas ke bawah, tanpa
mulut berkomat kamit. Membaca sunyi bersifat personal, karena manfaat
langsungnya hanya bisa dinikmati dan direguk oleh sang pembaca.
Membaca dalam hati dibagi menjadi: a) Membaca
intensif: Membaca intensif menitik beratkan pada kualitas pembacaan berupa
intensitas pemahaman naskah, pemahaman yang mendalam dan mendetail sampai ke
relung-relungnya. Membaca intensif dimulai dengan previuw, diakhiri dengan self
resitasi yakni penjajakan kemampuan diri sendiri memahami naskah. Self
resitasi dilaksanakan dengan melontarkan pertanyaan bacaan pada diri sendiri
untuk kita jawab sendiri. Semakin banyak soal yang bisa dijawab secara benar
dan akurat, semakin baik. b) Membaca Ekstensif: Membaca ekstensif menitik
beratkan pada kuantitas, pada jumlah buku dan naskah yang kita baca dan
keanekaragamannya. Di samping secara intensif membaca buku-buku bahasa, sastra,
pendidikan dan kesenian, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP juga perlu
membaca ekstensif buku-buku filsafat, agama, sosial politik, budaya, psikologi,
kesehatan popular, lingkunga hidup, dan lain-lain, untuk memperluas wawasan,
mempertajam penalaran dan kepekaan sosial. Semakin banyak jumlah buku yang kita
baca semakin baik. c) Membaca Kritis: Membaca kritis mensyaratkan kecermatan
merespon dan ketajaman analisis terhadap materi ilmiah yang kita baca. Di sini
dikembangkan keluasan dan keterbukaan hati menghadapi fenomena ilmiah serta
keberanian melontarkan pendapat dan penilaian terhadap naskah. Dalam membaca
kritis kita dituntut untuk bisa merespon, mengevaluasi, mengkritik serta
objektif teks yang dibaca. d) Membaca Kreatif: Membaca kreatif adalah aktivitas
naskah dengan bahan-bahan yang bersifat inspiratif, yang setelah melaksanakan
kegiatan tersebut, membuat tergugah untuk kreatif, untuk berdaya cipta. Bahan
yang bersifat inspiratif adalah bacaan yang serasa mengilhami penulisan,
mendorong untuk lebih aktif dalam berkarya. Usai membaca karya-karya Kahlil
Gibran, Muhammad Iqbal, Ronggowarsito, Rendra, Putu Wijaya, Emha Ainun Najib,
Seno Gumira Ajidarma, Iwan Simatupang, Budi Darma, N. Riantiarno, maka akan
timbul minat untuk lebih giat menulis puisi, cerpen, novel, naskah drama.e)
Membaca Cepat: Membaca cepat dilaksanakan dengan menggunakan jumlah buku dan
bacaan yang cukup banyak, dalam waktu yang singkat dengan pemahaman yang tepat.
Cara pembacaan dilakukan dari atas ke bawah, dengan kecepatan 300-350-400 kata
per menit, syukur lebih. f) Membaca Apresiatif: Membaca apresiatif mementingkan
penghayatan, kemampuan merasakan keindahan naskah, bisa menghargai keberadaan
ide-ide dalam teks. Perbedaannya dengan membaca estetik yang harus dilafalkan
dengan suara lantang, membaca apresiatif dilaksanakan didalam hati. g) Membaca
Teknik: Membaca teknik mengemban tujuan informatif dan ilmiah, meningkatkan
intelektualitas penyimak dengan menggunakan berita, reportase, naskah pidato,
makalah, esai atau artikel sebagai objek kajian. Membaca estetis mengusung
tujuan apresiatif, menanamkan apresiasi sastra, penghayatan nilai-nilai estetis
dan spiritualitas. Pembaca berusaha menghidupkan naskah di depan audiens,
sehinggga penyimak bisa menikmati keindahan dan memahami kedalaman makna karya
sastra. Dalam membaca estetis kita gunakan puisi, cerpen, fragmen, novel,
penggal drama, terjemahan kitab suci, naskah-naskah renungan filosofi sebagai
bahan-bahan untuk beraktivitas.
Membaca teknik mementingkan kebenaran pelafalan serta
meningkatkan tingkat pemahaman pembaca terhadap materi-materi ilmiah, sedangkan
membaca estetis berorientasi pada tersemai suburnya ketajaman perasaan
menikmati keindahan karya sastra. Membaca estetis sering dipraktikkan dalam
lomba poetry reading (pembacaan
puisi), pembacaan cerpen, naskah drama dan terjemahan kitab suci (Aninditya Sri
Nugraheni, 2008: 57-60).
Dari segi pengajarannya, membaca dibagi menjadi: 1) Membaca
Permulaan: Membaca permulaan disajikan kepada siswa tingkat-tingkat permulaan
Sekolah Dasar. Tujuannya adalah membinakan dasar mekanisme membaca, seperti
kemampuan mengasosiasikan huruf dengan bunyi-bunyi bahasa yang diwakilinya,
membina gerakan mata membaca dari kiri ke kanan, membaca kata-kata dengan
kalimat sederhana. 2) Membaca Nyaring: Membaca nyaring di satu pihak dianggap
merupakan bagian atau lanjutan dari membaca permulaan, dan di pihak lain
dipandang juga sebagai membaca tersendiri yang sudah tergolong tingkat lanjut,
seperti membaca sebuah kutipan. 3) Membaca dalam Hati: Membina siswa agar
mereka mampu membaca tanpa suara dan memahami isi tuturan tertulis yang
dibacanya, baik isi pokoknya maupun isi bagiannya. Termasuk pula isi yang
tersurat dan yang tersirat. 4) Membaca Pemahaman: Dalam praktiknya, pengajaran
membaca pemahaman hampir tidak berbeda dengan pengajaran membaca dalam hati. 5)
Membaca Bahasa: Pengajaran membaca ini pada dasarnya merupakan alat dari
pengajaran bahasa. Guru memanfaatkannya untuk membina kemampuan bahasa siswa. 6)
Membaca Teknik: Pengajaran membaca teknik memusatkan perhatiannya kepada pembinaan-pembinaan
kemampuan siswa menguasai teknik-teknik membaca yang dipandang patut. Dalam
pelaksanaannya pengajaran membaca teknik sering kali berimpit dengan pengajaran
membaca nyaring, dan dengan pengajaran membaca permulaan. Di pihak lain,
pengajaran membaca ini banyak pula terlibat cara-cara membaca suatu tuturan
tertulis yang tergolong rumit (I Gusti Ngurah Oka dalam Solchan T. W., dkk,
2009: 8.5).
Dari segi terdengar atau tidaknya suara, membaca dapat
dibagi atas: 1) Membaca nyaring, membaca bersuara, membaca lisan (reading out loud, oral reading, reading
aloud); 2) Membaca dalam hati (silent
reading): Pada membaca dalam hati, kita hanya mempergunakan ingatan visual
(visual memory). Dan dalam hal ini
yang aktif adalah mata (pandangan; penglihatan) dan ingatan. Sedangkan pada
membaca nyaring, selain penglihatan dan ingatan, juga turut aktif auditory memory (ingatan pendengaran)
dan motor memory (ingatan yang
tersangkut paut dengan otot-otot kita) (Moulton dalam Henry Guntur Tarigan
1994: 22).
Berpijak pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
jenis-jenis membaca terdiri dari: 1) Membaca permulaan, 2) Membaca nyaring, 3) Membaca
dalam hati, 4) Membaca pemahaman, 5) Membaca teknik.
d.
Tujuan Membaca
Menurut Solchan T. W., dkk (2009:8.6) menyatakan
tujuan membaca di sekolah dasar kelas rendah adalah untuk membina kemampuan
siswa dalam hal-hal berikut ini: (1) Mekanisme membaca, yaitu mengasosiakan
huruf dengan bunyi-bunyi bahasa yang diwakilinya (yang dilatih adalah membaca
teknik dan nyaring), (2) Membina gerak mata membaca dari kiri ke kanan, (3)
Membaca kata-kata dan kalimat-kalimat pendek.
Henry Guntur Tarigan (1994: 9) menyatakan tujuan utama
dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi,
memahami makna bacaan. Sejalan dengan hal itu, Anderson dalam Henry Guntur Tarigan (1994:
9-10) ada beberapa tujuan membaca yang penting, yaitu: 1) Membaca untuk
menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh sang
tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh sang tokoh; apa yang telah terjadi pada
tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah yang telah dibuat oleh sang
tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian
atau fakta-fakta (reading for details of
facts), 2) Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang
baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari
atau yang dialami sang tokoh, dan merangkum hal-hal yang dilakukan oleh sang
tokoh untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk
memperoleh ide-ide utama (reading for
main ideas), 3) Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi
pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan
ketiga/seterusnya. Setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah,
adegan-adegan dan kejadian, kejadian buat dramatisasi . Hal ini disebut membaca
untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence or organization), 4) Membaca untuk menemukan
serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang
hendak diperlihatkan oleh sang pengarang kepada para pembaca, mengapa para
tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka
berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi
(reading to inference), 5) Membaca
untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar mengenai
seorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau
tidak benar. Ini disebut membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk
mengklasifikasikan (reading to classify),
6) Membaca untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran
tertentu. Apakah kita ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh sang tokoh,
atau bekerja seperti cara sang tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut
membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading
to evaluate). 7) Membaca untuk menemukan bagaimana caranya sang tokoh
berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana
dua cerita mempunyai persamaaan, bagaimana sang tokoh menyerupai pembaca. Ini
disebut membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast).
e.
Manfaat Membaca
Suyatmi dalam Dini Anugraheni (2006: 18) mengemukakan
bahwa ada beberapa manfaat membaca, yaitu: 1) Kita dapat menemukan sejumlah
informasi dan pengetahuan yang berharga dalam praktek kehidupan sehari-hari. 2)
Kita dapat berkomunikasi dengan pemikiran, pesan, dan kesan pemikir-pemikir
kenamaan dari segala penjuru dunia lebih dari segi waktu dan ruang. 3) Kita
dapat mengetahui peristiwa besar dalam sejarah, peradapan, dan kebudayaan suatu
bangsa. 4) Kita dapat mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
mutakhir dunia. 5) Kita dapat mengayakan batin, meluaskan cakrawala kehidupan
dan dapat meningkatkan taraf hidup dan budaya keluarga, masyarakat, nusa dan
bangsa. 6) Kita dapat memecahkan berbagai masalah kehidupan yang dapat
mengantarkan seseorang menjadi cerdik dan pandai. 7) Kita dapat mengisi waktu
luang dengan kesibukan yang bermanfaat.
f.
Pengertian Membaca Nyaring
Henry Guntur Tarigan (1994: 22) berpendapat bahwa “Membaca
nyaring adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi guru,
murid, ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau pendengar untuk
menangkap serta memahami informasi, pikiran dan perasaan seseorang pengarang”.
Membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan
menyuarakan tulisan yang dibacanya dengan ucapan dan intonasi yang tepat agar
pendengar dan pembaca dapat menangkap informasi yang disampaikan oleh penulis,
baik yang berupa pikiran, perasaan, sikap, ataupun pengalaman penulis (Liliana
Muliastuti dan Euis Sulastri, 2009: 9 dalam www.saujana.sg).
Tutik Setiowati (2007: 15) menyatakan bahwa membaca
“Membaca nyaring adalah cara membaca dengan bersuara, yang perlu diperhatikan
adalah pelafalan vokal maupun konsonan, nada atau lagu ucapan, penguasaan
tanda-tanda baca, pengelompokan kata atau frase ke dalam satuan-satuan ide,
kecepatan mata, dan ekspresi” (www.digilib.unnes.ac.id).
Membaca nyaring yang baik menuntut agar si pembaca
memiliki kecepatan mata yang tinggi serta pandangan mata yang jauh, karena dia
haruslah melihat pada bahan bacaan untuk memelihara kontak mata dengan para
pendengar. Pembaca juga harus mengelompokkan kata-kata dengan baik dan tepat
agar jelas maknanya bagi para pendengar. Pendek kata, pembaca harus
mempergunakan segala keterampilan yang telah dipelajari nya pada membaca dalam
hati sebagai tambahan bagi keterampilan lisan untuk mengkomunikasikan pikiran
dan perasaan pada orang lain.
Membaca nyaring adalah sebuah pendekatan yang dapat
memuaskan serta memenuhi berbagai ragam tujuan serta mengembangkan sejumlah
keterampilan serta minat. Oleh karena itu,
dalam mengajarkan keterampilan-keterampilan membaca nyaring sang guru
harus memahami proses komunikasi dua arah . Lingkaran komunikasi belumlah
lengkap kalau pendengar belum memberi tanggapan secukupnya terhadap pikiran
atau perasaan yang diekspresikan oleh si pembaca. Tanggapan tersebut mungkin
hanya dalam hati, tetapi bersifat apresiatif, mempunyai nilai apresiasi yang
tinggi (Dawson dalam Henry Guntur Tarigan 1994: 23).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa membaca nyaring adalah suatu kegiatan menyuarakan kalimat-kalimat dalam
bacaan dengan intonasi dan lafal yang tepat serta dapat memperoleh
pesan/informasi dari bacaan.
g.
Keterampilan Membaca Nyaring
Membaca nyaring merupakan keterampilan yang serba
rumit, kompleks, banyak seluk beluknya. Pertama-tama menuntut pengertian aksara
di atas halaman kertas dan sebagainya dan kemudian memproduksikan suara yang
tepat dan bermakna. Jangan kita lupakan bahwa membaca nyaring itu pada hakikatnya
merupakan suatu masalah lisan atau oral
matter. Oleh karena itu, maka khusus
dalam pengajaran bahasa asing, aktivitas membaca nyaring lebih dekat atau lebih
ditujukan pada ucapan (pronounciation)
daripada ke pemahaman (comprehension).
Mengingat hal tersebut maka bahan bacaan haruslah dipilih yang mengandung isi
dan bahasa yang relatif mudah dipahami (Broughton dalam Henry Guntur Tarigan
1994: 23).
Membaca nyaring merupakan suatu aktivitas yang
menuntut aneka ragam keterampilan. Keterampilan-keterampilan tersebut telah
dilatih sejak tingkat dasar pendidikan agar pada tingkat sekolah lanjutan siswa
telah mempunyai modal yang sangat penting. Keterampilan-keterampilan pokok
telah ditanam di sekolah dasar, pemupukan serta pengembangan dilakukan
disekolah lanjutan (pertama dan atas). Keterampilan-keterampilan yang dituntut
pada pembelajaran membaca nyaring kelas II adalah (1) Membaca dengan terang dan
jelas; (2) Membaca dengan penuh perasaan, ekspresi; (3) Membaca tanpa
tertegun-tegun, tanpa terbata-bata.
Keterampilan yang dituntut dalam membaca nyaring
adalah berbagai kemampuan, diantaranya adalah: (1) Menggunakan ucapan yang
tepat, (2) menggunakan frase yang tepat, (3) Menggunakan intonasi suara yang
wajar, (4) Dalam posisi sikap yang baik, (5) Menguasai tanda-tanda baca, (6)
Membaca dengan terang dan jelas, (7)
Membaca dengan penuh perasaan, ekspresif, (8) membaca dengan tidak
terbata-bata, (9) Mengerti serta memahami bahan bacaan yang dibacanya, (10)
Kecepatan tergantung dari bahan bacaan yang dibacanya, (11) Membaca dengan
tanpa terus-menerus melihat bahan bacaan, (12) Membaca dengan penuh kepercayaan
pada diri sendiri (Liliana Muliastuti dan Euis Sulastri, 2009: 9 dalam
www.saujana.sg).
Bertolak pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
keterampilan membaca nyaring adalah berbagai kecakapan berbahasa dalam
melisankan atau menyuarakan kalimat dalam bacaan dengan intonasi dan jeda yang
tepat agar mudah kepada pembaca dan pendengar menangkap pesan/informasi bacaan.
pak,,,tulisan bapak bagus sekali, tp saya butuh daftar pustaka dr tulisan bapak tersebut. apa saya boleh minta daftar pustakany?? karna d blog ini belum dcantumkan
BalasHapusbutuh daftar pustakanya pakkk?
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuskalau di lihat dari
BalasHapushttps://nurfitriyanielfima.wordpress.com/2013/10/07/belajar-hasil-belajar/
mengarah ke ini
http://www.tokobukupenelitian.com/2013/05/psikologi-belajar-pengarang-muhibbin.html
Terima kasih untuk adminnya
BalasHapusSangat membantu🙂